Prabowo Subianto dan BJ Habibie |
Bacharuddin Jusuf Habibie membuat keputusan
besar dengan mencopot Letjen Prabowo Subianto dari jabatan Panglima Kostrad
pada 23 Mei 1998, sehari setelah dilantik menjadi presiden. Keputusan besar itu
diambil Habibie setelah mendengar laporan Panglima ABRI Jenderal Wiranto
mengenai pergerakan pasukan Kostrad secara besar-besaran dari luar kota menuju
Jakarta. Selain itu, sebagian di antara pasukan itu disebut telah
"mengepung" kediaman Habibie di Kuningan dan Istana Kepresidenan.
Setelah memutuskan pencopotan Prabowo yang digantikan sementara oleh Letjen
Johny Lumintang, Habibie mendapat laporan bahwa Prabowo ingin bertemu.
Habibie mengaku menyimpan kekhawatiran saat
menantu presiden kedua RI Soeharto itu ingin bertemu. "Bagaimana sikap dan
tanggapan Pak Harto mengenai kebijakan saya menghentikan Prabowo dari
jabatannya sebagai Pangkostrad? Apakah Beliau tersinggung dan menugaskan
menantunya untuk bertemu saya," tulis Habibie dalam buku Detik-detik yang
Menentukan. Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi (2006).
Hal lain yang mengganggu pikiran Habibie adalah
jika Prabowo membawa senjata. Menurut peraturan, siapa pun yang menghadap
Presiden memang tidak diizinkan membawa senjata. "Tentunya itu berlaku
untuk Panglima Kostrad. Namun bagaimana halnya dengan menantu Pak Harto? Apakah
Prabowo juga akan diperiksa? Apakah pengawal itu berani?" tulis Habibie.
Baca juga : Inilah Kisah Sjafrie Sjamsoeddin, Jendral yang Berani Menodongkan Pistol ke Pengawal Presiden Israel
Habibie juga berpikir, bisa saja dia menolak
Prabowo. Namun, Prabowo tetap dianggap perlu didengar pendapatnya. Sebab,
dialog dianggap Habibie sebagai proses untuk saling mengerti dan memahami.
Pertemuan pun dilakukan pada 23 Mei 1998. Habibie mengungkap bahwa obrolan
mereka dilakukan dalam bahasa Inggris, sebagaimana biasa ketika mereka bertemu.
Dialog itu pun berlangung cukup panas.
"Ini suatu penghinaan bagi keluarga saya dan keluarga mertua saya Presiden
Soeharto. Anda telah memecat saya sebagai Pangkostrad," demikian ucapan
Prabowo, seperti yang diungkap Habibie.
Habibie pun menjawab bahwa dia tidak memecat
Prabowo, melainkan mengganti jabatannya. Setelah mencopot dari jabatan
Pangkostrad,
Prabowo memang ditempatkan sebagai Komandan
Sekolah Staf dan Komando ABRI. Namun, Prabowo menanyakan alasan pencopotan itu.
Ketika itu Habibie pun menjawab bahwa ada gerakan pasukan Kostrad menuju
Jakarta, yaitu kediaman Habibie di Kuningan dan Istana Merdeka. Prabowo pun
memberikan penjelasan. "Saya bermaksud untuk mengamankan Presiden,"
ujar Prabowo.
Setelah itu, Habibie menyanggah. Dia menyebut
bahwa mengamankan presiden bukan tugas Pangkostrad, melainkan Pasukan
Pengamanan Presiden. Lagipula, gerakan Pangkostrad dilakukan tanpa
sepengetahuan Panglima ABRI. "
Presiden apa Anda? Anda naif!" jawab
Prabowo saat itu. "Masa bodoh, saya Presiden dan harus membereskan keadaan
bangsa dan negara yang memprihatinkan," balas Habibie.
Melihat respons Habibie yang tetap keras,
Prabowo kemudian meminta tetap diizinkan memegang Kostrad. "Atas nama ayah
saya Profesor Soemitro Djojohadikusumo dan ayah mertua saya Presiden Soeharto,
saya minta Anda memberikan saya tiga bulan untuk tetap menguasai pasukan
Kostrad," ujar Prabowo.
Baca Juga : Mantap..!! Tolak Perintah Jokowi dan Menko Polhukam, TNI Terus Ciduk Pemakai Atribut PKI
Soemitro dan Soeharto memang dua nama yang
selama ini dihormati oleh Habibie. Namun, Habibie tetap menolak. "Berikan
saya tiga minggu atau tiga hari saja untuk masih dapat menguasai pasukan
saya," ucap Prabowo. Habibie tetap menolak.
"Tidak! Sebelum matahari terbenam semua
pasukan sudah harus diserahkan kepada Pangkostrad baru! Saya bersedia
mengangkat Anda menjadi duta besar di mana saja," ujar Habibie.
Prabowo menolak tawaran duta besar. "Yang
saya kehendaki adalah pasukan saya." "Ini tidak mungkin,
Prabowo," ujar Habibie. Tak lama kemudian, penasihat militer presiden,
Letjen Sintong Panjaitan, masuk ke ruangan. Sintong meminta Prabowo untuk
meninggalkan ruangan, sebab Habibie masih memiliki agenda lain, yaitu bertemu
Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan
Industri.
Sebelum pergi, Prabowo minta agar Presiden
Habibie bersedia menjadi perantara agar dia dapat berbicara dengan Pangab
Wiranto. Habibie kemudian meminta ajudan, namun Wiranto tak dapat dihubungi.
Untuk kedua kalinya, pintu dibuka. Sintong pun meminta Prabowo meninggalkan
ruangan. Tak lama kemudian, Prabowo pun pergi.
"Saya masih sempat memeluk Prabowo dan
menyampaikan salam hormat saya untuk ayah kandung dan ayah mertua
Prabowo," tulis Habibie. Tanggapan Prabowo Dalam wawancara kepada Majalah
Panji pada 27 Oktober 1999,
Prabowo mengungkap alasannya bertemu Habibie. "Saya
datang ke Habibie karena sebelumnya dia selalu berkata, 'Bowo, kalau ada
keragu-raguan, jangan segan-segan menemui saya'," tutur Prabowo.
Selain itu, Prabowo mengaku ingin menanyakan
alasan pergantian itu. Saat itu, Habibie meminta Prabowo untuk mengikuti
pergantian tersebut. "Habibie bilang turuti saja perintah atasan. 'Ini
kemauan ayah mertua kamu juga'. Jadi, Pak Harto memang minta saya
diganti," tutur Prabowo. Tidak hanya itu, Prabowo bahkan membantah
tudingan yang menyebut dia ingin melakukan kudeta. Menurut dia, tidak ada
alasan untuk melakukan kudeta.
"Inkonstitusional, tidak demokratis, dan
lebih berat lagi, secara psikologis saya ini kan terkait dengan keluarga Pak
Harto. Kalau Pak Harto sudah menyerahkan ke Habibie, masak saya mau
kudeta?" ujar Prabowo.
"Anda tahu paman saya gugur sebagai
pahlawan muda. Kakek saya pejuang. Moyang saya, selalu berjuang melawan
penjajah kolonial Belanda. Bagaimana mungkin saya menodai garis keturunan yang
begitu saya banggakan, dengan berpikir mengambil alih kekuasaan secara
inkonstitusional," lanjutnya.
Sumber: kompas