Pada
1955, efek perang dingin antara Amerika Serikat (AS) dengan Uni Soviet melebar
hingga Asia. AS yang membenci komunisme meluaskan invasi ke negara-negara dengan
penganut ideologi yang membahayakan para kapitalis (pemilik modal) tersebut.
Salah satu invasi AS yang terkenal adalah ke Vietnam. Invasi tersebut adalah
lanjutan dari perang saudara antara Vietnam Utara yang didukung Uni Soviet,
China, dan aliansi negara komunis lain, dengan Vietnam Selatan yang disokong
oleh AS, Filipina dan pihak lain yang anti-komunis.
Invasi AS ke Vietnam tersebut terjadi sejak 1 November 1955 hingga kejatuhan
kota Saigon pada 30 April 1975. Ekskalasi tinggi membuat perang tersebut meluas
hingga Laos dan Kamboja.
Selama perang berlangsung, aktivitas kampanye dan doktrinasi di AS tak kalah
hebatnya. Pemerintah Negeri Paman Sam itu menggelar wajib militer demi
mempertahankan posisi di Vietnam, di mana siapapun bisa ditunjuk, salah satunya
Muhammad Ali.
Ali, secara kontroversial menolak penunjukan Pemerintah AS tersebut. Ia menolak
perang Vietnam dan diikutsertakan ke dalam pasukan AS dengan alasan membunuh
adalah hal yang dilarang dalam agamanya. Namun, salah satu ucapan
kontroversialnya adalah tentang Vietcong (pasukan komunis Vietnam) yang dinilai
Ali tidak memiliki masalah dengannya dan AS.
“Saya tidak punya masalah dengan Vietcong. Tak ada Vietcong yang pernah
memanggil saya negro,” ujarnya.
“Mengapa mereka harus meminta saya untuk mengenakan seragam dan pergi 10.000
mil dari rumah untuk menjatuhkan bom dan menembakkan peluru ke orang-orang di
Vietnam, sementara orang-orang yang disebut negro di Louisville diperlakukan
seperti anjing?”
“Tidak, saya tidak akan pergi 10.000 mil dari rumah untuk membantu pembunuhan
dan membakar negara miskin lain hanya untuk melanjutkan dominasi tuan kulit
putih yang memperbudak orang yang berkulit lebih gelap di seluruh dunia.”
“Ini adalah hari ketika kejahatan tersebut harus berakhir. Saya telah
diperingatkan bahwa untuk tetap berpegang teguh seperti ini akan memakan biaya
jutaan dolar AS. Tapi saya telah mengatakan sikap saya itu sekali dan saya akan
mengatakannya lagi. Musuh nyata orang-orang saya berada di sini. Saya tidak
akan mempermalukan agama saya, orang saya atau diri sendiri dengan menjadi alat
untuk memperbudak orang-orang yang berjuang untuk keadilan mereka sendiri,
kebebasan dan kesetaraan.”
“Jika saya berpikir perang akan membawa kebebasan dan kesetaraan untuk 22 juta
orang saya, mereka tidak perlu memanggil saya, saya akan bergabung besok. Saya
tidak akan rugi dengan berdiri teguh untuk keyakinan saya. Saya akan masuk
penjara, memang kenapa? Kami sudah di penjara selama 400 tahun."
“Akal
sehat saya tidak akan membiarkan saya pergi menembak saudara saya, atau beberapa
orang dengan kulit lebih gelap, atau beberapa orang yang lapar dan miskin di
lumpur untuk Amerika yang kuat besar. Dan menembak mereka untuk
apa?"
"Mereka tidak pernah memanggil saya negro, mereka tidak pernah menggantung
saya, mereka tidak mengejar saya dengan anjing, mereka tidak merampok
kebangsaan saya, tidak memerkosa ibu dan membunuh ayah saya. Lalu menembak
mereka untuk apa? Bagaimana saya bisa menembak mereka orang-orang malang itu.
Silakan bawa saya ke penjara!"
Sikap Ali tersebut berujung penahanan dan denda sebesar US$10 ribu. Tak hanya
itu, Pemerintah AS juga mencabut gelar juara milik Ali, dan melarangnya
bertanding tinju sejak tahun 1967 hingga tahun 1970.
Selama tidak aktif bertinju, Ali memperoleh dukungan seiring tumbuhnya berbagai
penolakan terhadap invasi AS ke Vietnam. Ali kemudian sering diundang menjadi
pembicara di berbagai wilayah AS untuk mengkritik invasi tersebut. Tak hanya
itu, Ali juga aktif melakukan advokasi untuk kesetaraan hak orang kulit hitam
di AS demi keadilan ras.
Matahari kembali bersinar untuk karir tinju Ali. Pada 12 Agustus 1970, meski
kasusnya masih dalam banding, Ali memperoleh izin untuk bertanding oleh Komisi
Atletik Kota Atlanta atas bantuan Senator Leroy R. Johnson.
Pertarungan perdana pasca hukuman tersebut terjadi pada 26 Oktober 1970. Dalam
pertarungan tersebut, ia melawan Jerry Quarry, yang berakhir dengan kemenangan
Ali usai pertandingan dihentikan setelah tiga putaran.
Sebulan sebelumnya, kemenangan Ali di pengadilan federal memaksa Komisi Tinju
New York untuk mengembalikan lisensi Ali. Ia kemudian bertarung melawan Oscar
Bonavena di Madison Square Garden pada bulan Desember, pertarungan itu berakhir
dengan TKO dramatis Bonavena di babak 15.
Kemenangan itu menempatkan Ali sebagai pesaing utama melawan juara kelas berat
Joe Frazier. Dalam perjalanannya, pertarungan Ali melawan Frazier di Filipina
pada 1 Oktober 1975 itu kemudian dikenal sebagai “Thrilla Manila”, dan disebut
sebagai pertandingan tinju terhebat sepanjang masa.
Hari ini,
Ali meninggal di usia 74 tahun. Menderita parkinson tiga tahun setelah pensiun
pada 1981, kondisi Ali semakin menurun dalam dua tahun terakhir. Pada Desember
2014, Ali masuk rumah sakit karena mengalami penyakit pneumonia. Ketika itu Ali
dibawa ke rumah sakit setelah sulit dibangunkan dari tidur.
Satu bulan kemudian, peraih medali emas Olimpiade 1960 itu kembali masuk rumah
sakit. Kali ini Ali dirawat karena mengalami masalah dengan infeksi saluran
kemih.
Ali hingga kini masih dianggap sebagai petinju kelas berat terhebat sepanjang
sejarah. Mendapat julukan 'The Greatest,' ia pensiun dengan rekor 56 kemenangan
dan 5 kali kalah. (gir)
Sumber : CNN Indonesia